Senin, 17 Oktober 2011

Mensyukuri Kemudahan

Membaca arsip mengenai Indonesia di awal – awal kemerdekaan yang ditulis oleh Ronald Stuart Kain di National Geographic Magazine bulan Mei tahun 1948, saya merasa sangat merinding. Kain menggambarkan kondisi Indonesia pada saat itu dengan sangat gamblang: Indonesia yang kurang pangan dan kurang sandang. Keadaan yang membenarkan perkataan seorang tua dari Timur: “Timur itu tidak berdaya. Manusia tidak ada harganya.”

Namun dari deretan kata yang disusun Kain untuk menggambarkan keadaan Indonesia yang mengenaskan itu, terdapat beberapa baris kata yang membesarkan hati saya. Baris yang pertama adalah baris yang berkisah tentang beberapa anak putri dari Tasikmalaya yang fasih berbahasa Inggris. Ketika Indonesia baru saja lepas dari penjajahan, terdapat anak – anak putri yang fasih berbahasa Inggris? Ya. Kain mengatakan bahwa itu karena bahasa Inggris merupakan bahasa kedua yang diajarkan di sekolah – sekolah.

Kain melanjutkan bahwa ada seorang anak putri berusia 10 tahun, masih di Tasikmalaya, yang memberikan secarik kertas berisi tulisan ini:

Honourable Sir:

May we take the liberty to ask you if you will send us a copy of your impression of Java and his inhabitants? We hope you will not refuse this sincere desire of us. Please be so kindly as to convey our best wishes to the American girls.

Receive our thanks.

With kind regards,

Ann Soediadinata

Etty Kartamihardja

Garmini Soeria Danyeningrat

Susunan kata bahasa Inggris yang ditulis anak – anak ini, menurut saya sangat indah. Dan menurut Kain, ini merupakan bukti dari berkualitasnya system pendidikan Belanda.

Baris berikutnya adalah baris terakhir dari artikel yang ditulis oleh Kain ini. Ketika melewati Cirebon, Kain yang melihat gunung yang tinggi menjulang berkata kepada seorang pemuda Indonesia yang lagi – lagi mampu berbicara bahasa Inggris dengan fasih: “Jika pendaki gunung AS melihat puncak gunung seperti itu, pasti mereka tak bisa menolak godaan untuk mendakinya.”

Dan anda tahu apa jawaban pemuda Indonesia itu? “Kami tidak punya waktu untuk mendaki gunung. Banyak hal yang lebih penting yang harus kami lakukan.”

Jawaban pemuda itu sangat menggetarkan hati hingga Kain menjadikannya sebagai penutup dari artikelnya. Pemuda – pemudi Indonesia saat itu tahu betul dengan prioritas. Mereka mengorbankan apapun untuk berjuang. Mereka sama sekali tidak merasakan kenikmatan masa muda. Mereka merelakan itu untuk mendapatkan tujuan yang lebih mulia. Salah satu buah dari kesabaran mereka dalam berkorban itu adalah kefasihan mereka berbahasa Inggris.

Saya yakin, bahwa minimnya kemampuan kita saat ini dalam berbahasa Inggris dan masih banyaknya anak – anak yang tidak lulus Ujian Nasional karena jeblok di bahasa Inggris, adalah karena kita terlalu keenakan dengan keadaan kita saat ini. Kemudahan – kemudahan yang kita nikmati saat ini, membuat kita menjadi malas dan manja. Kita besar dan tumbuh sebagai manusia yang enggan bekerja keras.

Dan terakhir, kita harus berani mengakui bahwa memang, system pendidikan kita saat ini, masih belum sebaik system pendidikan Belanda di jaman penjajahan.

31/07/2010 in artikel pendidikan, guru, siswa | Tags: artikel pendidikan

Identitas

Nama           : Fitri Wijayanti
No.Mhs        : 110 5122 042
Fakultas     : FITB
Prodi            : akuntansi